Yogyakarta.
Babinsa Kel. Patangpuluhan Sertu Tri Haryanto Koramil 10/Wirobrajan dan Babinkamtibmas Patangpuluhan mengikuti
kegiatan KTB (Kampung Tangguh Bencana)
Kampung Patangpuluhan, dengan mengambil tema "Simulasi terjadinya
Gempa Bumi" Kampung Patangpuluhan. (24/11/2019).
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Jogja meresmikan Kampung Tangguh Bencana (KTB) di kelurahan Patangpuluhan,
Kecamatan Wirobrajan, dengan tambahan tiga KTB, maka kini di Jogja genap ada
115 KTB, sesuai dengan total yang ditargetkan Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja
tahun ini.
Hadir
dalam acara Kampung Tangguh Bencana Wakil Walikota Yogyakarta, Kepala Pelaksana
BPBD Kota Yogyakarta, Camat Wirobrajan, Danramil 10/Wb, Kapolsek Wirobrajan, Relawan KTB Patangpuluhan dan warga
Patangpuluha.
Kegiatan
diawali Apel Siaga dgn Pembina Apel Siaga Bpk Wakil Walikota Yogyakarta dan
Komandan Apel Siaga Babinsa Patangpuluhan Sertu Tri Haryanto Koramil 10/Wb. Wakil Wali Kota Jogja, Heroe Poerwadi, mengatakan ada
tiga kriteria kampung yang diprioritaskan menjadi KTB, yakni kampung yang
berada di bantaran sungai; berpotensi bencana; dan kampung yang menjadi tempat
berkumpul banyak orang. "Bantaran sungai besar seperti Code, Winongo dan
Gajah Wong maupun sungai kecil seperti Widuro, Manunggal dan Buntng menjadi prioritas
utama. Sebelum masuk musim hujan kami fasilitasi KTB agar siap jika
sewaktu-waktu terjadi bencana yang disebabkan sungai," ujarnya.
Kategori
kampung berpotensi bencana, kata dia, merupakan kampung dengan permukiman
padat, kumuh dan ahkses jalan kendaraan susah, sehingga menghambat upaya
penanggulangan dari pihak di luar kampung. "Maka warga harus bisa
menanggulangi sendiri dulu, sebelum Puskesmas dan BPBD datang," ujarnya,
Minggu.
Adapun
kategori kampung yang jadi tempat berkumpul banyak orang, misalnya adalah
kampung strategis dan kampung wisata. “Karena banyaknya orang yang berada di
kampung itu, KTB diperlukan agar warga sigap dan dapat meminimalisir korban
saat bencana terjadi,” ujar dia.
Dia
mengatakan potensi bencana di wilayah Kota Jogja dilatarbelakangi dua hal,
yakni letak geografis Jawa yang berada di sabuk api dengan diapit dua lempengan
Australia dan Pasifik; serta keberadaan Gunung Merapi yang masih aktif hingga
saat ini. "Gempa bumi dan aktivitas Gunung Merapi jadi potensi bencana di
DIY, termasuk Jogja," ucap dia.